Peninggalan Megalitik Di Puncak Gunung Subang Kuningan Jawa Barat
Friday, September 06, 2019
klinikabar.com, Peninggalan Megalitik Di Puncak Gunung Subang Kuningan Jawa Barat - Penelusuran peninggalan tradisi budaya megalitik di kawasan Kabupaten Kuningan Jawa Barat, sampai sekarang merupakan satu penelitian yang sangat menarik untuk dilakukan, karena kawasan ini sangat banyak memiliki peninggalan pada zaman megalitik. Beberapa bentuk peninggalan megalitik di Gunung Subang Kuningan yang telah berhasil dikenali selama ini antara lain berupa bangunan berundak, dolmen, menhir, kubur peti batu, batu lumpang, batu bergores, serta alat-alat neolitik berupa beliung persegi dan gelang batu.
Sangat menarik untuk lebih dikembangkan tentang peninggalan megalitik tersebut, karena distribusi dari masing-masing temuan tersebut tersebar dari kawasan yang bertopografi rendah, yaitu sekitar 200-300 meter diatas permukaan laut, hingga ketinggian diatas 700 meter diatas permukaan laut.
Situs Megalitik Di Puncak Gunung Subang
Dari hasil pengamatan lapangan dan kajian dari beberapa laporan yang pernah menyinggung tentang peninggalan tradisi budaya megalitik di kawasan Kabupaten Kuningan, dapat dilihat bahwa fenomena ketinggian (lokasi yang tinggi) selalu menjadi pedoman palam penempatan situs megalitik, terutama situs-situs yang dapat disimpulkan sebagai tempat upacara. Walaupun situs tersebut berada pada kawasan yang bertopografi rendah dari permukaan laut, namun situs tersebut sealu berada lebih tinggi dari peninggalan-peninggalan yang lain maupun enggan lokasi hunian masyarakat sekarang yang menghuni kawasan sekitar situs.
Menhir Peninggalan Zaman Megalitik Di Gunung Subang
Penelitian yang dilakukan di kawasan Kabupaten Subang dan sekitarnya dengan penekanan terhadap tinggalan tradisi budaya megalitik, dapat melihat adanya fenomena yang baru dari satu situs upacara dari budaya megalitik. Selama ini situs-situs upacara biasanya dilengkapi dengan menhir dan atau batu datar pada bagian teras tertinggi dari situs tersebut selain batu datar dan menhir juga dilengkapi dengan tempayan (tanah liat bakar dan keramik), serta batu lumpang yang sebagai hasil pengobatan penuh dari bongkahan batu alam yang berfungsi sebagai tempat penampungan air.
Oleh karena situs megalitik tersebut sampai sekarang masih disakralkan oleh penduduk setempat, fungsi dari tempayan maupun batu lumpang tersebut paling tidak dapat diperkirakan yaitu sebagai sumber mata air. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa air yang dianggap dapat mensucikan diri sebelum melakukan upacara dikawasan ini bukanlah air yang berasal dari sungai atau danau (telaga), atau mata air, melainkan air yang datang dari atas (langit). Air inilah yang terkumpul setiap waktu di dalam tempayan maupun batu lumpang. Mereka sangat percaya bahwa air yang ada di dalam tempayan dan batu lumpang tersebut tidak pernah habis, dan selalu ada setiap kali mereka membutuhkan pada saat mereka melakukan upacara.
Dari hasil penggalian yang dilakukan dan pengamatan terhadap letakan, dugaan tentang situs yang berfungsi sebagai tempat penguburan tidak dapat dibuktikan, karena dari hasil penggalian yang dilakukan tidak ditemukan adanya indikasi aerkologi yang mengarah pada kesimpulan tersebut. Kuat dugaan bahwa tinggalan-tinggalan tradisi budaya megalitik yang terdapat dikawasan Kabupaten Subang dan sekitarnya ini umumya berfungsi sebagai tempat upacara.
Keberadaan situs-situs megalitik dikawasan ini dapat diperkirakan sudah ada sejak lama, dan sudah terputus budaya dengan masyarakat yang ada disekitar kawasan. Adanya tinggalan tersebut di kawasan itu di masa lalu. Didukung oleh masyarakat bercocok tanam yang masih menggunakan peralatan batu berupa beliung persegi.
Situs Di Puncak Gunung Subang
Di bagian puncak Gunung Subang dengan ketinggian sekitar 1210 meter di atas permukaan laut terdapat dua kelompok tinggalan tradisi budaya megalitik, yaitu situs Batu Situmpang dan situs Batu Wayang. Tinggalan tersebut terletak dibagian pendataran bagian puncak gunung, yaitu sekitar monumen Trianggulasi yang dibuat pada masa pemerintahan Belanda pada tahun 1922. Lokasi ini, hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki selama kurang lebih 3 jam, melalui sisi sebelah utara Gunung Subang, sebagian diantaranya harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena harus melalui sisi agak terjal, sehingga hanya bisa dilakukan dengan cara memanjat. Masing-masing peninggalan tersebut adalah sebagai berikut.
Situs Batu Situmang Di Gunung Subang Kuningan
Batu Situmang merupakan dua batu dari batu berdiri (menhir) yang terbuat dari bahan batu pasir (sandstones). Menhir ini terletak sekitar 7 meter disebelah timur monumen Trianggulasi. Kedua menhir tersebut didirikan tegak (menhir), dengan orientasi utara selatan, dan seolah saling berhadapan karena bagian sisi miring kedua buah batu ditempatkan pada bagian yang berlawanan dengan jarak 167 cm. Oleh masyarakat setempat, dipercaya batu tersebut merupakan penjelmaan dari Anjing milik Sangkuriang yang bernama Situmang.
Menhir yang terletak di sisi selatan memiliki ukuran tinggi 90 cm, berbentuk segitiga agak giling, lebar bagian bawah 70 cm dan maik keatas ukuran kelebaran makin menyempit. Hampir semua sisi batu tersebut dipenuhi oleh pahatan (ukiran). Pada sisi sebelah utara terdapat ukiran suluran yang hampir memenuhi seluruh permukaan batu, sisi sebelah barat dan timur terdapat 4 susunan ukiran suluran, bagian atas ukiran meruncing, sementara di kedua ujung ukiran yaitu bagian kiri dan kanan membentuk ikal mursal.
Menhir yang terletak di sisi sebelah utara berbentuk agak segitiga dan juga meruncing ke bagian atas. Menhir ini memiliki ukuran tinggi 93 cm, tebal bagian bawah 47 cm, dan lebar bagian bawah 86 cm. Sama seperti halnya menhir pertama, hampir seluruh permukaan batu dibuatkan ukiran dengan motif suluran.
Situs Batu Wayang Di Gunung Subang Kuningan
Disebut sebagai situs batu wayang, karena masyarakat setempatnya menyebutkan seperti demikian. Dilokasi itu terdapat dua buah batu berdiri yang telah diolah sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk persis seperti wayang. Kompleks situs Batu Wayang yang terletak sekitar 12 m di sebelah selatan monumen trianggulasi. Secara keseluruhan peninggalan ini merupakan sebuah batu punden berbentuk persegi, yang terletak di tengah bidang datar dengan ukuran 8 x 8 m. Pada sisi sebelah barat bidang datar tersebut terdapat dua menhir dari bahan andesit, yang didirikan berpasangan dengan jarak 113 cm. Masing-masing berukuran tinggi 48 cm.
Sisi barat, selatan dan timur dari bidang datar tersebut merupakan lereng yang cukup curam yang ditumbuhi oeh semak belukar. Batur punden pada halaman ini berbentuk persegi dengan ukuran sisi 3,15 m. Pada bagian atas punden ditempatkan dua buah batu datar. Pada masing-masing pojok sisi barat ditempatkan dua buah batu berdiri berbentuk wayang, dan dua buah tempayan keramik berglasir warna kuning, diantara dua tempayan tersebut juga ditempatkan sebuah batu datar.
Dua batu wayang, terbuat dari batu pasir, masing-masingnya dibuat dengan ukuran yang sama, dengan tinggi 49 cm, dan teba 5 cm. Bagian tonjolam bagian belakang kepala agak melengkung ke bagian atas pada batu wayang yang terletak disebalah selatan sudah patah, sedangkan batu wayang yang terletak di sebelah utara masih utuh.
Dari survei permukaan yang dilakukan, tidak ditemukan temuan lain dilokasi tersebut. Kuat dugaan situs ini dimasa lalu memiliki fungsi sebagai tempat pemujaan. Oleh karena lokasi yang cukup sulit untuk dicapai, mungkin di masa lalu orang-orang mampu melakukan ritual di lokasi tersebut tentunya orang-orang yang terpilih dan memiliki kemampuan lebih di masyarakat.
Kesimpulan
Peninggalan tradisi budaya megalitik di kawasan Kabupaten Kuningan merupakan data arkeologi yang sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Selain kaya akan ragam bentuk produk budaya, tinggalan tersebut juga memiliki persebaran dan bervariasi dalam bentuk bentang lahan. Dari hasil penelitian lapangan terlihat bahwa tinggalan tersebut tersebar tidak hanya di lahan-lahan yang tinggi seperti di puncak gunung, perbukitan, lereng, akan tetapi juga ditemukan di dataran rendah. Hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut memlaui serangkaian penggalian arkeologi.
Pengkajian tentang fungsi dari masing-masing situs megalitik dan kronologi terhadap tinggalan merupakan satu hal yang sangat perlu dilakukan, karena dari hal ini nantinya diharapkan dapat dijelaskan tentang perkembangan dan persebaran baik secara sinkronis ataupun secara diakronis dari peninggalan tradisi budaya megalitik yang tersebar luas di kawasan Kabupaten Kuningan.