8 Penyebab Anak Menjadi Pelaku Bullying
Friday, March 29, 2019
klinikabar.com, Penyebab Anak Menjadi Pelaku Bullying - Menghindari potensi anak menjadi pelaku bully di kemudian hari adalah hal yang sangat penting untuk para orang tua lakukan. Karena, kasus kekerasan tidak hanya terjadi di kalangan remaja saja, tapi juga merambah ke anak-anak yang masih begitu belia. Bahkan, di media sosial sudah beberapa kali viral bahwa peristiwa bullying melibatkan anak, baik itu sebagai korban maupun sebagai pelaku bully.
Penyebab Seseorang Menjadi Pelaku Bullying
Sebenarnya apa yang menjadi penyebab seorang anak melakukan bullying pada teman-temannya? Penindasan atau bullying sendiri terjadi karena adanya penyalahgunaan dalam hal kekuatan dan kekuasaan. Bullying terjadi karena adanya masalah dalam toleransi dan kepedulian terhadap sesama atau rasa menghargai perbedaan yang ada pada orang lain.
Bullying biasanya dilakukan pada orang yang berbeda dengan kita atau pada orang yang dianggap lebih lemah, dan kita tidak bisa menghargai dan menerima perbedaan itu, oleh sebab itu, terjadilah penindasan. Hal yang memicu perilaku bullying disebabkan oleh banyak faktor, setidaknya ada 8 faktor yang bisa mendorong anak untuk menjadi pelaku bully di kemudian hari. Yaitu sebagai berikut.
8 Penyebab Anak Menjadi Pelaku Bullying
1. Komunikasi Orang Tua dan Anak Tidak Baik
Jika orang tua jarang meluangkan waktu untuk bermain dengan anak sejak lahir, anak akan merasa canggung berada di dekat orang tuanya. Jarak inilah yang akhirnya menghambat jalinan komunikasi antara anak dan orang tua. Saat anak tumbuh dewasa pun, dia jadi terbiasa menyembunyikan berbagai hal dari orang tuanya.
2. Orang Tua Tidak Memberikan toleransi Atas Kesalahan Anak
Jika anak anda yang masih kecil membuat rumah menjadi berantakan, atau menumpahkan air minumnya, orang tua sering kali langsung memberikan label anaknya dengan sebutan "anak nakal" dan memarahinya, bukannya memberi solusi atasi masalah yang anak perbuat. Padahal, masa pertumbuhan adalah masa dimana anak belajar mengenai lingkungannya.
Biasanya, jika anak menumpahkan air, dia juga merasa kaget, malu dan bersalah. Yang bisa kita bantu adalah mengajari emosinya. Coba katakan pada anak "airnya tumpah ya? Kamu pasti bingung harus gimana, tidak apa-apa, coba kita bersihkan."
3. Anak Tidak Dilatih Untuk Berpikir Kritis
Sejak kecil, anak-anak di Indonesia terbiasa dicekoki informasi terbaru tanpa diberi kesempatan untuk berpikir panjang sebelum bertindak. Misalnya, kenapa harus sikat gigi sebelum tidur? Atau kenapa Bumi itu bulat> Biasanya kalau bertanyam orang tua tidak mau menjelaskan secara detail dan meminta agar anaknya tidak banyak tanya. Guru di sekolah pun begitu, Jadi anak dipaksa berpikir bahwa dia harus menyikat gigi tanpa harus tau alasannya.
4. Anak Tidak Diajarkan Toleransi Terhadap Perbedaan
Sejak kecil, anak perlu diajari adanya pluralisme atau keberagaman. Anak juga perlu tahu bahwa perbedaan adalah hal yang yang sangat wajar terjadi. Namun, biasanya hak ini tidak dilatih oleh orang tuanya. Contohnya, anak melihat orang tua memperlakukan anak asisten rumah tangganya dengan perlakuan berbeda. hal ini akhirnya menimbulkan pandangan bahwa mereka yang berbeda dari kita memang sepantasnya mendapat perlakuan berbeda pula.
5. Rasa Percaya Diri Rendah
Bangsa kita tidak dididik untuk mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan kita dibiasakan untuk menghargai milik orang lain ketimbang milik kita sendiri. Misalnya, dengan membandingkan kecerdasan anak dengan kecerdasan teman-temannya, jadi kita selalu melihat diri kita itu lebih buruk, sehingga membuat kita cenderung merasa iri dengan kelebihan orang lain.
6. Kurang Perhatian
Orang tua sebaiknya mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya pada anak sejak kecil. Anak yang kurang perhatian cenderung melakukan berbagai hal demi mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Misalnya, orang tua jarang memberi pujian saat anak melakukan sesuatu yang baik. Biasanya orang tua hanya memperhatikan anak saat anak berbuat kesalahan. Akhirnya anak kembali mengulangi perbuatannya itu. Walau negatif, yang penting dia diperhatikan. Akhirnya anak tumbuh dengan sifat drama queen dan suka mencari masalah.
7. Kekerasan Dalam Keluarga
Anak yang terbiasa mendapat kekerasan baik itu secara fisik maupun verbal, memiliki kecenderungan untuk berlaku kasar ketika ia tumbuh dewasa. Seharusnya yang kuat melindungi yang lemah. Laki-laki melindungi perempuan, orang tua melindungi anak, kakak melindungi adik. Tapi, yang biasa terjadi, orang tua seringkali memukul anak atau suami terbiasa memukul istri. Ini menciptakan lingkaran stres dan adanya pandangan bahwa wajar bila seseorang mendapat kekerasan bila berbuat salah.
8. Tren Di Kalangan Anak Dan Remaja
Anak yang sudah beranjak remaja, biasanya memiliki rasa ingin diakui dan diterima di kelompoknya. Umumnya, dia akan berusaha mengikuti tren yang saat itu dianggap hebat oleh teman-temannya, tanpa memikirkan konsekuensinya. Atau sebaliknya, dia terpaksa mengikuti trend yang ada karena mendapatkan tekanan sosial dari teman-temannya.
Penutup
Penting untuk para orang tua melakukan pendekatan dengan anak, baik itu pendekatan secara fisik maupun pendekatan secara verbal. Karena mas tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi dari dalam rumah, jika orang tua peduli dengan perkembangan anak, maka kemungkinan anda dapat menghindarkan anak menjadi pelaku bullying.Baca Juga Cara Melatih Anak Mencapai Target Sesuai Usia