3 Tantangan Orang Tua Menghadapi Anak Generasi Alfa
Wednesday, March 13, 2019
klinikabar.com, 3 Tantangan Orang Tua Menghadapi Anak Generasi Alfa - Ketika menjadi orang tua di era milenial sudah menantang, sekarang muncul anak generasi alfa, dan tantangan itu menjadi dua kali lipat lebih besar untuk para orang tua dalam menghadapi perkembangan zaman. Karena anak generasi alfa lebih pintar dari kita sebagai orangtua disaat seumuran anak kita, tapi selaku orangtua kita jangan lupa untuk mengajari dan membimbing anak agar anak selamat dalam mengarungi samudera yang penuh dengan kecanggihan teknologi dan sekarang disebut anak generasi alfa.
Cara Menghadapi Anak Generasi Alfa
Anak generasi alfa dengan usia yang masih 5 tahun sudah sibuk dengan gadget-nya, anak sibuk menonton channel YouTube dari YouTuber cilik tentang review mainan terkini. Untuk ukuran anak usia balita saat ini, apa yang dilakukannya mungkin tergolong biasa-biasa saja. Karena sejak usia 3 tahun, mungkin anak sudah fasih mengoperasikan smartphone milik orangtuanya. Anak-anak tahu icon apa yang disentuh untuk menonton YouTube dan memilih-milih channel kesukaannya. Belum lagi orangtua terutama ibu-nya yang sering mengajaknya berfoto selfie atau membuat gerakan lucu dan direkam dengan aplikasi yang sekarang sedang trend seperti boomerang.
Di usia yang masih dini, anak mulai tertarik dengan desktop PC milik ayahnya dirumah, karena anak sering menemani ayahnya bekerja, anak jadi asyik belajar menggunakan touch pad pada mouse, lalu coba mengetik-mengetik kata di software Word mesti kata tersebut belum bermakna. Kini, anak dan gadget ibarat satu kesatuan yang tidak bisa lepas. Gadget itu selalu ia bawa kemanapun anak pergi. Bisa dikatakan, melihat anak kita, kita telah melihat anak generasi alfa.
Generasi Alfa atau Gen-A adalah sebutan untuk anak-anak yang lahir di tahun 2010 dan setelahnya, karena di tahun-tahun itulah teknologi berkembang sangat pesat. Maka, karakter utama dari generasi alfa adalah merek teknologi, tidak heran jika sejak sebelum lahir pun mereka sudah eksis terlebih dahulu di media sosial. Siapa yang membuat anak generasi alfa ini eksis? Tentu orang tuanya.
Dalam kesehariannya, anak generasi alfa adalah digital native. Contoh paling ekstrim, boleh jadi mereka lebih fasih memakai smartphone atau tablet daripada membalikan halaman buku dengan benar. Terekspos dengan gadget sejak dini membuat anak juga familiar pada segala hal yang berhubungan dengan layar. Terkadang hal ini berpengaruh pada screen time yang anak lakukan setiap hari, dari menonton saluran anak di televisi berbayar hingga sibuk mencari video favoritnya.
Tidak hanya itu, anak-anak generasi ini banyak yang terpapar pendidikan sejak sangat dini, terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar. Pada umumnya orang tua ini cukup sejahtera di usia yang relatif muda, sehingga mereka sanggup menyekolahkan anak sejak balita. Seperti kita lihat, kini sangat mudah menemukan sekolah pendidikan anak usia dini, bahkan ada kelas stimulasi motorik untuk anak usia 1 tahun.
Kewalahan Arus Informasi
Bagi orangtua, anak generasi alfa ini cerminan dari karakteristik orangtua sebagai generasi milenial. Orangtua dari generasi milenial punya aspirasi tinggi, baik dari segi karier, pendidikan, dan hal-hal lain yang dianggap sebagai prediktor kualitas hidup. Maka cara pengasuhan mereka pun ingin membentuk anak sebagai generasi yang sempurna, dengan bermodalkan pengetahuan tentang ragam gaya pengasuhan yang dimiliki.
Namun, karena para orang tua generasi milenial ini juga punya target tinggi untuk setiap aspek kehidupan mereka, termasuk anak, kadang mereka tidak sadar hal itu tertuang dalam cara mendidik anak yang cenderung over protected. Hal ini terjadi karena mereka sendiri merasa kewalahan oleh arus informasi yang begitu deras mengenai gaya pengasuhan. Akhirnya, jika tidak pandai memadukan dan mencocokan, maka akan memunculkan karakter anak dalam beberapa kutub.
Anak bisa menjadi terlalu individualis, bisa overly dominant dengan bakat kepemimpinan yang tumbuh tanpa dicegah alias bossy, bisa jadi anak juga jadi terbiasa instan, dan enggak pernah mengalami kegagalan atau kesulitan. Tipikal generasi milenial yang demikian juga tidak lepas dari karakter orangtua yang merupakan generasi X atau Baby Boomers. kakek nenek Generasi alfa ini hidup pada dua era, zaman susah dan zaman serba mudah. Karena sudah merasakan enaknya kemudahan, mereka tidak mau anaknya merasa susah juga.
Maka para dewasa muda generasi milenial relatif sejahtera di usia muda, dengan standar hidup yang relatif tinggi pula, ibaratnya, sebelum menikah dan berkeluarga, standar hidup kita sudah berada di level B, maka setelah menikah minimal berada di level yang sama atau malah lebih tinggi levelnya.
Karakter Unik Generasi Alfa / Gen-A
Dengan menyimak penjelasan diatas tadi, kita dapat menyimpulkan bahwa generasi alfa adalah anak yang melek teknologi. Mereka tumbuh menjadi anak yang mendapat segala kemudahan dalam mewujudkan keinginannya. Disisi lain, proteksi yang berlebihan dan cenderung membuat anak manja yang dilakukan oleh orang tua, membuat anak generasi alfa jarang mengalami kegagalan atau kesulitan, anak generasi alfa langsung merasa sedih yang sangat dalam.
Penggunaan gadget sejak dini, membuat anak generasi alfa kurang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Bisa jadi nakal-anak ini akan familiar dan sosial di dunia maya, tetapi mereka belum terampil berkomunikasi di dunia nyata. Anak generasi alfa ini butuh dorongan lebih banyak untuk berani berbicara dan bertemu dengan orang-orang disekitarnya. Hal ini menjadi tantangan bagi orang tua anak generasi alfa dari generasi mana pun. Ketika menjadi orang tua milenial pun sudah menantang. Mempunyai anak generasi alfa menjadikan tantangan itu dua kali lipat lebih besar. Untuk itu silahkan simak bagaimana menghadapi anak-anak generasi alfa berikut ini.
4 Cara Mendidik Anak Generasi Alfa atau Gen-A
1. Sebagai orang tua kita harus melek teknologi. Karena kita hidup di zaman di mana anak-anak kita bukan lagi orang yang hanya menggunakan teknologi, tapi mereka telah menjadi bagian dari teknologi tersebut. Sebelum mengadopsi salah satu cara pengasuhan, perlu dipahami bahwa setiap anak memiliki karakter yag unik. Memang karakteristik suatu generasi itu khas, tapi bukan berarti selalu dapat digeneralisasi. Jadi belum tentu suatu pola asuh yang diterapkan ke beberapa anak akan menghasilkan outcome yang sama. Gunakan akses kita ke teknologi untuk banyak belajar tentang plus minus dari berbagai gaya pengasuhan.
2. Anak generasi alfa cenderung menjadi risk taker, maka sudah jadi tanggung jawab kita untuk dapat memahami lebih dalam kepribadian anak. Kta harus lebih bijak dalam memberikan fasilitas potensi dan kebutuhan anak, jangan sampai nanti menghambat atau tidak bisa mengenali potensi anak. Misalnya, jika anak suka membuat vlog melalui smartphone kita, fasilitasi kegemaran anak dengan membuat akun khusus di YouTube untuk mengunggah vlog hasil karyanya. Namun, ajari anak pula memilih dan memfilter mana yang boleh dan mana yang tidak boleh
3. Ajak anak membangun sense of privacy. Kemungkinan anak mulai kenal media sosial di usia yang sangat dini. Pun jika kita membuat khusus akun tentang keseharian anak. Kitalah yang harus mulai menyaring informasi yang akan di publish.
4. Asah soft skill anak, khususnya dalam berinteraksi sosial. Bekali anak dengan do's and don'ts tentang ini. Misalnya, sapaan saat masuk ke rumah atau saat bertamu, salam dengan orang yang lebih tua, menatap lawan bicara saat berbicara, tidak memotong atau menyela pembicaraan, dan seterusnya. Masuk dalam lingkup ini juga adalah bagaimana anak generasi alfa bergaul dengan teman sebayanya. Itulah mengapa, kita perlu menyekolahkan anak sesuai dengan jenjang usianya.
Sekolah merupakan salah satu tempat yang baik mengasah keterampilan sosial anak, dari berkomunikasi, bermain secara bergantian, mendengarkan orang lain, hingga menyampaikan pendapat.
5. Tetap tanamkan nilai-nilai yang kita anut dalam keluarga selama ini dengan menerapkannya sejak dini. Nilai-nilai yang dianut dalam keluarga bukanlah sesuatu yang bisa ditanamkan secara mendadak, kita sebagai orang tua pun harus kuat pemahamannya terhadap nilai-nilai hidup, bisa bersumber dari agama atau tradisi, dan inilah yang penting. Ibaratnya jika kita membuat cabang yang kuat pula tradisinya pada anak? Di luar semua itu, kita sendiri yang tahu bagaimana cara menanamkan nilai-nilai tersebut pada anak dan sungguh-sungguh serius saat menyampaikannya.
Mengandalkan Insting Orangtua Dalam Menghadapi Anak Generasi Alfa
Melihat 5 cara tersebut diatas, semua kembali lagi pada kita, bagaimana kita mau memahami keunikan anak generasi alfa ini dalam berbagai sisi. Sejak dunia ini dipermudah lewat satu kali klik atau satu kali sentuhan via smartphone, online shop, dan lain sebagainya, pola pikir kebanyakan orang lebih praktis dan pragmatis diakui.
Diakui atau tidak, kita cenderung enggan mengikuti sesuatu yang tidak terlihat apa pentingnya untuk kita. Makanya, kita sibuk pilih-pilih mana yang paling sesuai dengan diri kita dan anak kita, mana yang paling cocok dengan gaya pengasuhan kita. Satu hal yang paling penting, selalu kenali lebih dulu karakter anak kita. Apa puncara yang kita lakukan tidak bisa mempan jika kita sendiri tidak tahu atau buta bagaimana sesungguhnya karakter anak. Segala informasi yang kita terima pun harus kita teliti dan telaah lebih dulu sebelum kita terapkan.
Penutup
Ada kalanya kita harus kembali mengandalkan insting kita sebagai orangtua. Frase parents know the best masih berlaku saat kita hadapi dengan kebingungan mengasuh anak. Insting alami kita memeluk dan melindungi anak bisa mengalahkan tips pengasuhan anak termodern mana pun. Karena pada akhirnya anak membutuhkan satu hal saja dari diri kita, yaitu kehadiran kita secara utuh dalam setiap momen hidupnya.