5 Penyebab Kerusakan Dan Pelapukan Situs Gunung Padang
Thursday, November 22, 2018
klinikabar.com, 5 Penyebab Kerusakan Dan Pelapukan Situs Gunung Padang di Cianjur, Batuan vulkanik yang digunakan sebagai konstruksi bangunan punden berundak di situs Gunung Padang merupakan materi yang terbentuk secara alamiah, terdiri dari berbagai mineral, serta mempunyai pori-pori sehingga dapat dilalui atau dirembesi oleh air. hal tersebut merupakan faktor yang menentukan kualitas batuan, daya serap air dan kekokohan.
Dalam kondisi tersebut batuan menghadapi pengaruh dari lingkungan sekitarnya, sehingga batuan tersebut akan mengalami proses pelapukan atau kerusakan. Jadi yang dimaksud dengan kerusakan adalah keadaan batuan yang sudah tidak utuh atau baik seperti semula, karena telah mengalami gangguan karena faktor perusak. Pelapukan yang dimaksud adalah memburuknya batuan sehingga akhirnya dapat menjadi rusak atau hancur sama sekali. Pelapukan dapat diartikan sebagai proses-proses yang menyebabkan batuan berubah watak, merapuh dan akhirnya terurai menjadi tanah sebagai akibat pengaruh dari faktor proses pelapukan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelapukan dan kerusakan batuan berkaitan erat sekali, pelapukan dapat merupakan salah satu bentuk kerusakan juga dapat merupakan proses kerusakan, adapun jenis kerusakan dan atau pelapukan di bangunan punden berundak situs Gunung Padang ini adalah sebagai berikut.
5 Penyebab Kerusakan Situs Gunung Padang
1. Faktor Keretakan
Keretakan merupakan keadaan batuan yang partikel penyusunnya hampir lepas sehingga balok batu terbelah menjadi dua bagian, tanpa ada perubahan pada struktur kimianya. Keretakan ini dapat terjadi karena adanya perpindahan energi dari luar ke dalam batuan. energi tersebut dapat berasal dari panas, getaran, gesekan, tarikan, desakan dan dorongan.
Perpindahan energi pada batuan tersebut merupakan peristiwa fisika berupa menjalarnya energi melalui gelombang mekanik yaitu menimbulkan gerak atau getaran pada medium tempat menjalarnya gelombang. Sesuai dengan terjadinya getaran dan kekuatan yang terlihat pada batuan berupa garis-garis yang bergelombang, keretakan terlihat ada yang melintang dan membujur, ada yang kepinggir balok batuan ada juga yang sampai ke tengah balok batuan.
2. Faktor Kerenggangan
Bangunan punden berundak terdiri dari konstruksi dasar yang sederhana sebagian besar disusun dari bahan batuan yang di tumpuk tanpa menggunakan perekat. dengan demikian kekokohan konstruksi dan kekompakan balok batuan sangat tergantung pada gaya gravitasi susunan batuan (gradasi), dan gaya gesek antara batu (friksi).
Demikianlah keadaan batuan sehingga membentuk dinding dan struktur yang kuat. Balok batuan yang disusun bertumpuk, rapi dan kompak tersebut sepanjang perjalanan sejarahnya dapat menjadi renggang karena adanya gaya-gaya yang berasal dari lingkungan sekitar.
Jadi keregangan yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah kondisi susunan batuan antara yang satu dengan lainnya sudah tidak berdekatan, antara balok-balok batuan terdapat rongga, keadaan ini membahayakan struktur konstruksi keseluruhan, seperti dinding sudah tidak kokoh, batuan di atas rongga dapat menjadi retak atau pecah, sehingga terisi partikel debu atau tanah yang akan mengundang kehidupan hewan dan tumbuhan.
3. Faktor Pertumbuhan Ganggang
Ganggang merupakan salah satu dari pertumbuhan tingkat rendah yang berperan dalam pelapukan dan kerusakan bangunan dari batu. ganggang dapat menyimpan karbonat dan menghasilkan bahan-bahan organik, sedangkan mineral yang dibutuhkan dapat diambil dari batuan.
Bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh ganggang tersebut dapat mengundang pertumbuhan tumbuhan tingkat rendah lainnya, seperti : bakteri, jamur, lichen dan lumut. Ganggang dapat tumbuh pada batuan yang lembab dengan sedikit cahaya sudah cukup, jika pada suatu tempat kelembaban relatif udaranya mencapai 70% maka jenis tumbuhan kecil (tumbuhan tingkat rendah) akan tumbuh subur.
Sesuai dengan keadaan tersebut maka bagian konstruksi yang sering terkena air sehingga relatif kelembabannya tinggi akan ditumbuhi oleh ganggang.
Ganggang merupakan tumbuhan yang bersel satu, ada yang hidup sendiri, ada pula yang hidup berkelompok merupakan koloni. ganggang yang bersel banyak dapat berbentuk benang bersekat-sekat (tidak bercabang), berbentuk benang bercabang-cabang seperti jaring, dan berbentuk lembaran.
Ganggang dapat berkembang biak secara aseksual (tanpa perkawinan). ganggang ada yang mempunyai klorofil atau zat hijau daun yang dapat dipergunakan untuk memasak makanan sendiri atau melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Selain itu beberapa jenis ganggang memiliki zat warna sendiri. ganggang dapat hidup bebas terikat, sebagai epifit dan bersimbiosis dengan tumbuhan lain.
4. Faktor Lichen atau Jamur Kerak
Lichen merupakan jenis tumbuhan tingkat rendah yang terbentuk dari asosiasi (hidup bersama) antara ganggang dengan jamur (fungi). Asosiasi ini terjadi karena kontak antara hypha (benang-benang) jamur dengan permukaan sel ganggang sehingga membentuk satu kesatuan tumbuhan, jamur menyerap dan menyimpan kelembaban dan garam-garam mineral yang diperlukan oleh ganggang, dan ganggang menyimpan air dan menyediakan karbohidrat yang diperlukan oleh keduanya.
Lichen banyak dijumpai pada batuan dan dapat menyebabkan permukaan batuan terkorosi oleh asam-asam hasil sekresinya. kerusakan yang lain yang disebabkan oleh Lichen ini, yaitu dapat mempercepat pelapukan dan pengelupasan permukaan batuan,melarutkan unsur-unsur batuan dengan karbonat dan asam organik yang dihasilkannya., mengambil unsur kalsium dan kalium dari batuan seperti yang dilakukan jamur kerak dari komponen ganggang biru dan hijau.
Jenis-jenis Lichen yang tumbuh pada batuan tersebut dapat diamati dengan mata tanpa bantuan alat (makroskopis Lichen) Crustaceous mempunyai bentuk koloni seperti kerak serta menempel kuat pada batu, sedangkan Lichen tipe daun bentuk koloninya mempunyai lembaran daun, lichen ini juga mempunyai warna abu-abu tergantung dari jamur dan ganggang yang berasosiasi.
5. Faktor Pertumbuhan Lumut (Moss)
Lumut banyak tumbuh pada tempat yang basah dan lembab, pada pohon-pohon, di air tawar, dan juga pada bebatuan. Begitu juga pada dinding bangunan punden berundak, lumut banyak ditemukan. Lumut ini banyak tumbuh pada batuan yang sudah lapuk atau pada batuan yang berdebu serta baru berkembang setelah ada tumbuhan lain terlebih dahulu.
Lumut adalah jenis tumbuhan tingkat rendah yang banyak ditemukan pada batuan andesit maupun pada batuan kapur. Pertumbuhan lumut mudah dikenal dan dapat diamati secara kasat mata, koloni tumbuhan lumut cukup lebat dan terlihat seperti permadani hijau, memang lumut merupakan tumbuhan peralihan dari tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta : bakteri, jamur, ganggang) dengan tumbuhan tinggi yang telah memiliki organ yang lengkap misalnya : spermatophyta.
Tumbuhan lumut ini terdiri dari dua jenis, yaitu lumut hati (hepaticae) dan lumut daun (musci). lumut dalam siklus hidupnya mengalami pergiliran kelamin untuk berkembang biak yang dibagi dalam dua generasi, yaitu generasi seksual (gametofit) karena menghasilkan sel kelamin (gamet) dan generasi aseksual (sporofit) karena menghasilkan spora.
Pertumbuhan lumut pada bangunan punden berundak dapat merusak dan melapukkan batuannya. akar lumut (rizoid) yang masuk kedalam pori-pori batu dapat mendorong kristal batuan sehingga retak dan pecah.
Berdasarkan pola jenis kerusakan dan membandingkannya dengan kondisi lingkungan alam disekitar situs Gunung padang maka dapat diduga bahwa faktor-faktor lingkungan sangat berperan dalam kerusakan batuan. Kondisi lingkungan alam yang dikelilingi barisan pegunungan, geo topografi, flora, klimatologi (angin, penyinaran matahari, curah hujan dan lain-lain) sangat besar pengaruhnya terhadap kerusakan yang terjadi.
Penutup
Kerusakan itu disebabkan oleh mikroflora yaitu lichen, lumut dan ganggang terdapat lebih banyak, hal ini karena situs berada di daerah perbukitan yang ditumbuhi pepohonan, baik berupa hutan maupun semak belukar yang merupakan sumber terbesar dari spora mikroflora yang dibawa oleh angin ataupun serangga. Sinar matahari menaikan suhu batuan, sehingga suhu siang hari tinggi dan pada malam hari suhu menjadi sangat rendah. Perbedaan suhu maksimal dan minimal batuan, menyebabkan batuan memuai dan menyusut cukup besar. akibat pemuaian dan penyusutan yang besar ini dapat menimbulkan keretakan dan bahkan menjadi pecah.
Baca Juga Jenis Batuan Yang Digunakan Untuk Punden Berundak Di Situs Gunung Padang Kabupaten Cianjur
Source : Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI)